Alkisah, Abdurrahman, seorang pemuda Quraisy yang tampan, paling peka nuraninya, bagus akhlaknya, berbakti pada orang tuanya, menikah dengan Atikah binti Amr bin Nufail, seorang wanita yang tidak hanya cantik wajahnya tapi juga akhlaknya. Abdurrahman sangat mencintai dan menyayangi istrinya. Akalnya dan hatinya benar benar terpikat dengan kebaikan istrinya itu.
Mengetahui hal tsb, ayahanda Abdurrahman, yaitu Abu Bakar ash Siddik khawatir kalau nanti bila dibiarkan akan membuat anaknya lupa beribadah kepada Allah SWT, menemuinya dan berbicara empat mata.
Abu bakar berkata dengan lemah lembut, Wahai anakku, ayah perhatikan istrimu telah membuat kau lupa diri dan menguasai akal fikiranmu, maka ayah minta engkau menceraikannya. Abdurrahman menjawab, saya tidak bisa melakukannya itu wahai ayahanda. Abu Bakar kemudian berkata dengan tegas: Ayah bersumpah, ceraikan istrimu itu!
Abdurrahman tidak kuasa menolak keinginan ayahandanya, dan menceraikan istri yang dicintainya itu. Keputusan yang diambilnya ini, membuatnya stress, sehingga, makin hari makin lemah tubuhnya. Pada suatu hari, Abu Bakar mendengar bait-bait syair yang dilantunkan Abdurrahman tentang ke shalihan istrinya yang tidak pantas untuk diceraikannya. Mendengar syair tsb, tersentuh hati beliau, kemudian berkata, wahai anakku, jika engkau mencintai Atikah karena Allah, kembalilah kepada istrimu. Abdurrahman kembali kepada istrinya membentuk rumah tangga yang sakinah sampai akhir hayatnya syahid di perang Thaif.
Membangun keluarga sakinah merupakan dambaan kita semua. Dasarnya adalah masing-masing anggota keluarga tsb harus bertaqwa. Salah satu manifestasi taqwa ialah berbuat baik kepada orang tua (birrul walidain). Perlu disadari, bahwa pernikahan itu bukan hanya ikatan 2 orang anak manusia, tetapi mengikat 2 keluarga besar, jadi pernikahan itu merupakan risalah agung membentuk ukhuwah yang luas yang dasarnya saling kenal (ta'aruf), saling memahami (tafahum), dan saling menolong (tafakul) antara suami-istri, keluarga suami dan keluarga istri. Bila masing-masing pihak ridha, maka nilai pernikahan yang sakinah serta diridhai orang tua akan terwujud.
Pada kisah cinta Abdurrahman dan Atikah di atas terlihat jelas ridha orang tua terhadap kebahagian pernikahan mereka. Karena Rasul pernah bersabda: Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua, dan kebencian Allah tergantung pada kebencian orang tua (HR Al Hakim). . Sering kita saksikan atau kita alami sendiri (bagi yang telah menikah tentunya), seorang suami karena terdorong rasa cintanya pada istri sehingga mengenyampingkan hak-hak orang tua.
Kita ambil contoh saja, ada suatu keluarga yang merasa kerepotan dan timbul masalah bila orang tua menumpang dirumah anaknya yang telah beristri. Oleh sebab itu ada yang mengirimkan orang tua ke panti jompo atau menelantarkannya begitu saja. Sudah beberapa kali saya dengar dan baca di Jerman, banyak orang tua yang sudah renta merasa kesepian di hari tuanya, karena anaknya telah melupakannya, malah tidak jarang ditemukan orang tua yang mati dirumahnya tanpa diketahui, hal tersebutpun diketahui oleh tukang pos yang curiga karena surat-surat yang ia masukkan ke kotakpos tidak pernah diambil....Naudzubillahmindzalik. Oleh sebab itu tidak lah mengherankan, bila orang Jerman lebih suka memelihara anjing dari pada memiliki anak, karena seekor anjing, makin lama akan makin sayang kepada tuannya, sedangkan anak-anak di sini, makin lama makin tidak mengacuhkan orang tuanya.
Sebelum menikah, seorang anak, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kewajiban yang besar kepada kedua orang tuanya, terutama kepada ibundanya. Bila seorang anak laki-laki yang telah menikah, maka kewajiban berbakti kepada ibu ini tidak hilang, jadi suami adalah hak ibunda. Kita bisa lihat peristiwa dijaman Rasul, tatkala ada salah seorang sahabat yang susah/berat menghadapi sakratul maut, kemudian Rasul bertanya kepada sahabat yang lain, apakah si Fulan masih mempunyai ibu? Ada ya Rasulullah, jawab sahabat, maka Rasul meminta ibunda tsb didatangkan, dan Rasul minta ibunda tsb untuk mengikhlaskan/memaafkan si Fulan, tapi ibu tsb menolaknya. Maka Rasul meminta para sahabat untuk mengumpulkan kayu bakar untuk membakar si fulan agar bisa melewati sakratul maut. Melihat hal ini, akhirnya ibunda tsb memaafkan anaknya, dan dengan mudah mengucapkan Laa ilaaha illallah dan meninggal dengan tenang. Rasul kemudian bersabda, Segala puji bagi bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari api neraka. Ternyata ibu si fulan tsb sangat tersinggung pada suatu hari, dimana si Fulan meliwati rumah ibundanya tanpa memberikan salam, karena tergesa-gesa memenuhi keperluan istrinya. Oleh karena itu, hati-hati dengan perbuatan/perkataan kita, jangan sekali-kali menyakiti hati ibunda kita.
Bagaimana dengan anak perempuan yang telah menikah? Nah, bagi anak perempuan yang telah menikah, maka haknya suami. Jadi istri berkewajiban berbakti pada suami. Karena setelah Ijab kabul, berpindahlah hak dan kewajiban seorang ayah kepada suami dari anak wanitanya. Begitu besar kewajiban berbakti pada suami, sampai rasul pernah bersabda, bila boleh sesama manusia mengabdi (menyembah), maka saya akan menyuruh istri mengabdi pada suaminya.
Ada salah seorang sahabat, ketika akan pergi berpesan kepada istrinya, jangan kemana-mana ya. Tak lama kemudian datang utusan yang mengabarkan bahwa ayah dari si istri sakit keras, dan diminta untuk menjumpai ayahnya, tapi karena ingat pesan sang suami, maka ia menolak untuk pergi. Kemudian datang lagi utusan yang mengatakan, bahwa ayahnya sedang dalam keadaan sakratul maut, tapi si istri tetap tidak mau pergi, dan akhirnya datang utusan yang mengabarkan bahwa ayahnya telah meninggal dunia, walaupun demikian istri dari sahabat tsb tetap tinggal di rumahnya. mendengar berita tsb, beberapa orang sahabat menemui Rasul dan menceritakan kasus tsb, Rasul berkata, orang tua yang meningal tsb akan masuk surga karena sebab ketaatan anaknya terhadap suaminya.
Tentu ada yang bertanya, jadi haq nya orang tua dari istri apa? Suami haknya mertua juga. Jadi seorang suami harus berbakti kepada mertuanya sebagaimana ia berbakti kepada orangtuanya. Walaupun telah bercerai dengan istri, tapi hak mertua ini tidak hilang. . Begitulah Islam sebagai dienul fitrah, telah menempatkan hak dan kewajiban secara adil. Anak berkewajiban berbakti pada orang tua, suami berkewajiban berbakti pada kedua orang tua dan mertua, istri berkewajiba berbakti pada suami. dilain sisi, Anak berhak mendapat kebutuhan hidup dan pendidikan dari orang tua, Istri berhak mendapatkan kebutuhannya dari suaminya.
Bila masing-masing, baik sebagai suami, istri, anak, ayah, ibu atau mertua menjalankan kewajiban dan tahu akan haknya, insyaAllah akan terwujud keluarga, yang hidup rukun. . Sebagai penutup, mari kita amalkan firman Allah di bawah ini:
„dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kalian jangan beribadah selian kepada Dia dan hendaklah kalian berbuat baik pada ibu dan Ayah kalian dengan sebaik-baiknya, jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-keduanya sampai berumur lanjut jangan kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua denga penuh kesayangan dan ucapkanlah:"ya Rabbi, kasihinilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah menyantuni aku waktu kecil"
Tiada ulasan:
Catat Ulasan