Rabu, 1 Disember 2010

"HATI" tidak hidup lagi dan telah mati

Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyedari sang maut sedang
mengintainya. Banyak orang cepat datang ke shaf shalat laiknya orang
yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa
hanya agar dapat segera pergi. Seperti penagih hutang yang kejam iaperlakukan Tuhannya.


Ada yang datang sekadar memenuhi tugas rutin mesin agama.
Dingin, kering dan hampa,tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak
disyukuri. Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk
berhenti hanya pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang ALLAH
berikan. Tanpa itu alangkah besar kemurkaan ALLAH atasmu.
Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan senyap
ditingkah rintih istighfar, kecupak air wuduk di dingin malam, lapar
perut kerana kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.
Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam
hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka
baik orang-orang berhati jernih, bahawa engkau adalah seorang solehah,
alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri.
Asshiddiq Abu Bakar Ra. Selalu gemetar saat dipuji orang. “Ya ALLAH,
jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau
hukum aku kerana ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidak
tahuan mereka”, ucapnya lirih.
Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan
dana,lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada
orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian
menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya
sangat banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu
merasa banyak amal dan menyalahkan orang yang beramal, kerana kekurangan
atau ketidak-sesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak
mau kalah dan tertinggal di belakang para pejuang.
Mereka telah menukar kerja dengan kata. Dimana kau letakkan dirimu?
Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing.
Begitu kerap engkau bergetar dan takut. Sesudah pengalaman dan ilmu
makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa
rasa gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.
Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu
sehingga getarannya tak terasa lagi saat ma’siat menggodamu dan engkau
meni’matinya? Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau
kerjakan. Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani
meninggi. Rasa malu kepada ALLAH, dimana kau kubur dia?
Di luar sana rasa malu tak punya harga. Mereka jual diri secara terbuka
lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan melalui penawaran langsung.
Mungkin engkau mulai berfikir “Jamaklah, bila aku main mata denganaktifis perempuan bila engkau laki-laki atau sebaliknya di celah-celahrapat atau berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon denganmenambah waktu yang tak kauperlukan sekedar melepas kejenuhan dengancanda jarak jauh” Betapa jamaknya ‘dosa kecil’ itu dalam hatimu. 
Kemana getarannya yang gelisah dan terluka dulu, saat “TV dan MEDIA” menyiarkan
segala “kesombongan jahiliyah dan maksiat”? Saat engkau muntah melihat
laki-laki (benci) berpakaian perempuan, karena kau sangat mendukung
ustazmu yang mengatakan “Jika ALLAH melaknat laki-laki berbusana
perempuan dan perempuan berpakaian laki-laki, apa tertawa riang menonton
mereka tidak dilaknat?” Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul
bersama, lalu yang berteriak paling lantang “Ini tidak islami” berarti
ia paling islami, sesudah itu urusan tinggallah antara engkau dengan
dirimu, tak ada ALLAH disana?
Sekarang kau telah jadi orang terhebat. Tidak lagi malu-malu tampil.
Justeru engkau akan dihadang tantangan : sangat malu untuk menahan
tanganmu dari jabatan tangan lembut lawan jenismu yang muda dan segar.
Hati yang berbunga-bunga didepan ribuan masa. Semua gerak harus ditakar
dan jadilah pertimbanganmu tergadai pada kesukaan atau kebencian orang,
walaupun harus mengorbankan nilai terbaik yang kau miliki.
Lupakah engkau, jika bidikanmu ke sasaran tembak meleset 1 milimeter,
maka pada jarak 300 meter dia tidak melenceng 1 milimeter lagi? Begitu
jauhnya inhiraf di kalangan awam, sedikit banyak kerana para elite nya
telah salah melangkah lebih dulu.
Siapa yang mau menghormati yang “kaya” membayar beberapa ratus
ribu kepada seorang perempuan yang beberapa minit sebelumnya ia setubuhi
di sebuah kamar hotel berbintang, lalu dengan lembutnya lidah mengatakan “Itu
maharku, ALLAH waliku dan malaikat itu saksiku” dan sesudah itu
segalanya selesai, berlalu tanpa rasa bersalah?
Siapa yang akan memandang ummat yang da’inya berpose lekat dengan
seorang perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan “Ini anakku,
kerana kedudukan guru dalam Islam adalah ayah, bahkan lebih dekat
daripada ayah kandung dan ayah mertua?”
Akankah engkau juga menambah barisan kebingungan ummat lalu mendaftar
diri sebagai ‘alimullisan (alim di lidah)? Apa kau fikir sesudah semua
kedangkalan ini kau masih aman dari kemungkinan jatuh ke lembah yang
sama?
Apa beda@beza seorang remaja yang menzinai teman sekolahnya dengan seorang
alim yang merayu pada perempuan dalam aktifitas da’wahnya? Akankah kau
andalkan penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang
maksiat mereka yang semakin tersudut oleh retorikamu yang menyihir? Bila
demikian, koruptor macam apa engkau ini? Pernah kau lihat sepasang mami
dan papi dengan anak remaja mereka. Tengoklah langkah mereka di mal.
Betapa besar sumbangan mereka kepada modernisasi dengan banyak-banyak
mengkonsumsi produk junk food, semata-mata karena nuansa “westernnya” .
Engkau akan menjadi faqih pendebat yang tangguh saat engkau tenggak
minuman halal itu, dengan perasaan “lihatlah, betapa Amerikanya aku”.
Memang, soalnya bukan Amerika atau bukan Amerika, melainkan apakah
engkau punya harga diri.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan